Quantcast
Channel: Angsa Jenius
Viewing all 170 articles
Browse latest View live
↧

Keluarga Pak Ghazali: No Handphone Near Kids

$
0
0
Seperti halnya negara punya peraturan dan undang-undang sendiri, yang berbeda dengan negara lain;
seperti halnya perusahaan berhak memutuskan jam operasional pegawainya;
seperti halnya resep soto, yang berbeda bumbunya antara soto Padang dengan soto Semarang;
begitu pula keluarga, ia berhak memiliki aturan-aturannya sendiri.

Sejak Afiqa masih dalam kandungan, gw dan suami banyak berdiskusi tentang seperti apa kami akan mendidik anak-anak kami. Walaupun sebagian besar berakhir tanpa kesimpulan karena tergoda obrolan dengan topik lain atau karena ketiduran setelah belasan menguap hoam hoam, seenggaknya kami tahu, ke jalan mana Afiqa dan adek-adeknya akan kami arahkan.

Salah satu rule yang kami sepakati adalah "No handphone near kids". Sebenernya no gadget sih, tapi karena gadget yang paling handy buat gw dan suami cuma henpon jadi yaa begitulah jadinya undang-undang keluarga pak Ghazali pasal 4 nomor 1 tentang Perlindungan Anak. Sebab awalnya adalah penjelasan super panjang dan teknis tentang neuron, dendrit, akson, tempurung kepala dan perkembangan otak anakΒ yang mostly gw udah lupaΒ dari buku Welcome to Your Child's Brain-nya Sandra Aamodt hasil riset belasan tahun. Intinya, otak anak masih sangat sangat sangat rentan terhadap paparan radiasi, terlebih newborn yang tempurung kepalanya belum bersatu.Β 

Akhirnya....
Disepakati jarak 2 meter. Boleh ambil foto atau ngerekam video dari jarak dekat dengan prasyarat henpon di-airplane mode dulu. Boleh naroh di deket bayi dengan prasyarat serupa. The good thing is, kalo lagi sama Afiqa, kami fokus sama dia. Selain karena alasan teknis per-otak-an, kami juga ngga pengin jadi orangtua yang hadir raganya namun tidak jiwanya. Kami pengin hadir seutuhnya.Β 


Is it easy? No, I'm telling you it's not easy. Di jaman di mana manusia sangat attached sama henpon, hal sesimple ini pun butuh perjuangan. Tapi apalah artinya hidup tanpa perjuangan, yakan?

↧

Jatuh Cinta (Lagi)

$
0
0
Beberapa tulisan dibuat untuk menebar manfaat, beberapa untuk pengingat diri bahwa ada hari-hari yang membahagiakan, untuk dibaca lagi ketika tua nanti. Bukankah momen akan terus hidup melalui cerita?

Bagaimana caranya mendeskripsikan cinta?
Pada tangan yang letih bekerja, kaki yang kaku lantaran berdiri di kereta.
Pada mata sayu yang terpaksa masih terbuka ketika tengah malam tiba,
atau pada senyum yang berat namun tidak dipaksakan.

Bagaimana caranya menerjemahkan bahasanya?
Karena dia bukan lelaki yang pandai bermesra lewat kata,
apalagi romantika ala film India.
Cerita seperti drama Korea? Wah jauh sekali rasanya.

Tapi, bahkan tanpa bahasa pun ternyata mudah membaca dia membahasakan cinta. Lewat senyumnya di penghujung hari yang melelahkan, dengan mata sayu dan terkadang permintaan pijatan sejenak, beberapa menit sebelum dia terlelap mendengar ceritaku yang masih menggantung.Β 
Lewat refleks tangannya yang berhasil menemukan jari-jariku yang tersembunyi di balik bantal ketika kami membiarkan badan ditelan malam agar hilang lelah dan peluh.

Lalu aku menyadari,
beginilah jatuh cinta berkali-kali pada orang yang sama.

Padahal dulu kami punya cerita, bukan, bukan romantika remaja di masa mahasiswa. Di antara ribuan orang yang kudaulat menjadi teman, adalah dia salah satu dari ribuan tersebut. Jauh sebelum aku paham bagaimana batasan pria dan wanita yang diatur langsung oleh Pencipta kita, dia hadir sebagai salah satu sahabat terbaik, salah satu tempat berbagi resah terbaik dan tentu saja salah satu sebab terbaik hadirnya tawa. Berbagi beban dengannya memang tak selalu mendapat solusi, namun setidaknya terasa lebih ringan di hati. Persahabatan kami, seperti halnya persahabatan muda mudi lainnya, memiliki banyak tawa dan banyak celaan khas anak muda. Tergabung dalam satu divisi di organisasi menjadikan kami punya lingkaran main sendiri, bersama orang-orang yang menjadi keluarga ketika di rantau, dengan semboyan "hanya ada dua kondisi, senang atau senang sekali". Maka jangan bertanya-tanya kalau kau mendapati banyak foto lama kami bersama, atau banyak status dan tweet lama kami berbalasan. Dia memang sudah hadir sejak lama dalam lingkaran pertama orang-orang yang aku cari ketika aku butuh solusi atau sekedar butuh tertawa.

jualan di stand BEM pas penerimaan mahasiswa baru


ho-li-day yay!
geng "cuma ada dua kondisi: senang dan senang sekali"

Menjadi sahabatnya, dipercaya mendengar cerita yang tak banyak ia bagi karena ia tak suka orang tahu masalah pribadinya; adalah kehormatan besar.
Dipilih menjadi istrinya dari sekian banyak wanita, juga adalah kehormatan dan kebahagiaan besar. Eh, tapi bukankah dia pernah menenangkanku dengan nasihat "Tenang Mak, perempuan itu memilih kok." dalam suatu cerita patah hati? Berarti dia yang sangat bahagia akhirnya aku memilihnya. Ha!

Di setiap cerita sejarah, selalu ada perbedaan rasa antara pelaku dengan pembaca. Sama, cerita ini akan menjadi biasa saja untuk sebagian orang tapi jelas luar biasa untuk pelakunya. Setidaknya, untuk yang sedang menulis blog ini sambil menunggu sahabat terbaik yang sekarang bergelar suami pulang dari tempat kerjanya.

Walaupun waktunya lebih banyak tersita di tempat kerja dan aku hanya mendapatinya di sisa-sisa malam dengan mata sayu lelah berkereta, dia tetap yang tertampan, dengan kaos rumahan dan celana pendek yang itu-itu saja. Jelas bukan aku yang bisa lama memandangi dia tampil rapi dalam kemeja dan celana jeans yang kami beli bersama. Tapi, cinta juga soal menerima dan bertoleransi. Betapa hebatnya dia yang sabar melihat istrinya tiap hari memakai gamis rumahan yang (juga) itu-itu saja, bonus basah kena ompol dan eek dari bayi tiga minggu yang kami beri nama Afiqa. Maka aku tak menemukan alasan untuk tidak bersabar pula.

Beginilah, indahnya jatuh cinta setiap hari berkali-kali pada orang yang sama. Sahabat sendiri.

Rupanya, dulu tak pernah aku terlintas akan Allah pasangkan menjadi jodoh laki-laki berbadan tipis berhati lapang yang sekarang kupanggil abang.

Bertemu dengannya adalah takdir, berteman dengannya sudah seharusnya, tapi menikah dan mencintainya melibatkan keputusan dengan banyak pertimbangan. Yang kutahu, aku bersyukur Allah menghadirkanmu untuk bersama kita menghabiskan usia. Semoga sampai surga. Mencintaimu di dunia yang fana saja sangat membahagiakan, apalagi di surga-Nya yang kekal dan indah luar biasa.Β 

Terima kasih sudah mengijinkanku memiliki opsi untuk memilihmu.


***

Bogor, 18 Agustus 2016 21.46
dengan satu bayi berumur 19 hari yang sedang ngulet-ngulet,
untuk laki-laki berbadan tipis berhati lapang yang kupanggil abang <3
↧
↧

Jangan Jadi Sebab Terhambatnya Hidayah

$
0
0
Di sela-sela hujan yang tidak lagi rintik karena derasnya dan obrolan singkat dengan suami yang tengah menyelesaikan pekerjaannya, dahi Anjali mengernyit hingga kedua alisnya bertemu. Jarinya berhenti dari pergerakan naik turun scrolling timeline Facebook.

"Sayang, lihat deh ini.", Anjali menyodorkan handphonenya pada suaminya, Rahul, yang disambut dengan suara berdehem panjang. Hmmmmm...

Pada layar handphone Anjali, tampak postingan seorang teman yang mereka berdua kenal, Tina, yang menegur dengan nada sindiran tentang isi ceramah ustad Khan karena dinilai tidak sesuai dengan pemahaman golongannya. Ke bawah, muncul postingan Ajay yang menegur seseorang dengan cara serupa, menyindir, dan tentu saja tanpa tag seseorang yang dimaksud.

Anjali menghembuskan nafas panjang.

Dia teringat masa-masa yang disebutnya zaman kegelapan, zaman ketika hidayah belum menyapa, Allah dan Islam sungguh jauh terasa.Β 

"Mas Hul," panggilan sayang Anjali pada suaminya yang berwajah mirip Shah Rukh Khan itu, "aku ngga suka deh sama postingan yang provokatif kaya tadi punya Tina sama Ajay. Kalau aku baca postingan kaya gitu dua tahun lalu, mungkin aku malah jadi ilfil sama Islam, bukannya tercerahkan."

"Iya sih, yang kaya gini nih yang bikin orang ilfil dan mikir kalau Islam isinya orang-orang yang ngeributin perbedaan kecil, trus lupa sama PR besar kita di akhir jaman.", jawab Rahul.

"Makanya aku nahan diri ngepost yang beginian, yang kontroversial gitu loh Mas. Ngga ngerti kan yak gimana penerimaan dan pemahaman orang. Ngeri ugak kalo aku jadi sebab terhalangnya orang dapet hidayah."

Kemudian obrolan singkat itu berakhir karena keduanya mengunyah pisang goreng hangat ditemani hujan yang berirama menghentak genting rumah mereka.

***

Sadar atau engga, provokasi ada di mana-mana. Ngga cuma di media massa atau saat demonstrasi menuntut Presiden memenuhi janji-janji surga kampanyenya, provokasi juga ada sangat dekat dengan kita. Dilontarkan sebagian orang yang kita kenal dan bisa kita lihat lewat kotak kecil bernama henpon. Di timeline gw sendiri aja, ngga sedikit yang menegur dengan nada sindiran tanpa mention atau tag orang yang ingin ditegur, ada juga yang menjelek-jelekkan pemahaman saudara sesama muslim hanya karena berbeda golongan. To be brief, ngga sedikit yang salafi nyindir-nyindir tarbiyah, yang tarbiyah nyindir-nyindir HTI, yang HTI nyindir-nyindir tarbiyah, yang Muhammadiyah nyindir-nyindir NU, daaan seterusnya dan seterusnya. Oh yes gw sebut merk dengan jelas karena memang begitu kenyataan yang gw temui.

Padahal......

Satu, Islam mengajarkan pengikutnya untuk selalu husnudzon atau berprasangka baik. Jauh sebelum di Indonesia dikenal asas praduga tidak bersalah, Islam hadir 1400an tahun lalu udah ngajarin kita buat menerapkan asas praduga tidak bersalah sampe terbukti memang salah. Jadi, di mana aplikasi husnudzon yang didenger setiap pengajian kalau kita lebih banyak berprasangka buruk sama muslim yang lain?

Dua, Islam mengajarkan cara menegur yang ahsan. Imam Syafii pernah bilang "Nasihati aku ketika aku sendiri, jangan nasihati aku di kala ramai. Karena nasihat di kala ramai bagai hinaan yang melukai hati.". Dan buat hal ini, postingan di media sosial jelas bukan definisi dari "sendiri" kecuali lo memakainya buat ngejapri. Sependek pemahaman gw, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah menegur di depan umum seseorang yang dateng ke masjid lalu tampak ngga akan shalat 2 rakaat dulu. Beliau menegur langsung di depan umum karena jika ditunda, orang tersebut ngga akan shalat 2 rakaat. Artinya, boleh menegur di depan umum buat hal yang mendesak, kalau ngga langsung ditegur bakal terjadi kesalahan, dan tegurannya ngga bisa ditunda.Β 

Tiga, pada dasarnya ngga ada orang yang seneng mengetahui dirinya salah.Β Kalaupun pada akhirnya dia berterima kasih dan merasa senang telah diingatkan, pastilah ada proses dan waktu yang berperan.

Empat, sindir-menyindir dan saling menjelekkan terhadap orang lain yang ngga sepaham berpotensi menghambat datangnya hidayah. Yeah you might say hidayah itu dari Allah, ketika Allah berkehendak maka kun fayakun. Tapi kalau kita bisa jadi sebab datangnya hidayah, bisa juga dong kita jadi sebab terhambatnya hidayah? Berapa banyak orang yang tadinya udah berniat mau diskusi serius soal Islam karena pengin tahu lebih dalam jadi batal karena lihat postingan lo yang nyindir sesama muslim? Jawabannya adalah you never know. Bisa aja ngga ada, tapi bisa juga ada 100 orang. Nah loh.

Lima, PR kita banyaaakkk. Gw inget banget kata ustad Fariz, guru les bahasa Arab di masjid Salman ITB, di sela-sela materinya. Beliau cerita kalau Syaikh Al Buthi pernah berkata dalam ceramahnya, yang dimaksud Islam ada 70 golongan dan hanya ada 1 golongan yang akan masuk surga itu.....golongan yang dimaksud bukan NU, Muhammadiyah, tarbiyah, salafi atau golongan lain you may say. Satu golongan yang dimaksud adalah kita in syaa Allah, yang berpegang pada Al-Qur'an dan as-sunnah. Jadi udah bukan masanya lagi saling menghujat, menyindir satu sama lain. Energi besar yang Allah beri bukan buat itu seharusnya kita habiskan, masalah yang nunggu urun pikiran dan tangan kita buanyaakkkk kisanak *elap keringet pake kerudung*.

Ehem...Β 

Sebagai makhluk yang terlahir dibekali akal, manusia punya kemampuan berpikir, mencerna informasi dan memilih. Mencerna informasi yang sampai lewat berbagai indera, memutuskan mana yang sesuai dengan nurani, lalu memilihnya; termasuk soal menilai benar atau salah.Β Benar atau salah, relatif di mata makhluk tapi bernilai mutlak di hadapan Allah Pencipta semesta. Bukankah ngga ada yang mengetahui soal benar dan salah lebih baik daripada yang mencipta segalanya?

Segitu sulitkah menemukan alasan buat berbaik sangka dengan sesama muslim yang lain?

dari serial Omar

Baydewey, judulnya gw bikin ala judul artikel masa kini ah. Ngga asing kan pasti sama artikel dengan judul sepanjang jalan kenangan kita saling bergandeng tangan yang ketika dibuka ternyata zooonk....... isinya cuma 3 kalimat, itu pun kalimat pertamanya sama plek ketiplek ama judulnya. Oh man!

↧

Umahat Peduli Jilbab

$
0
0
Ada yang tak pernah sengaja menyamakan langkah namun bisa berjalan beriring. Ada yang tak pernah mengadakan pertemuan untuk menyamakan persepsi namun ternyata bisa saling memahami.

Dari puluhan grup watsap, ada satu grup yang ngga pernah sepi. Dari hal sangat serius seperti diskonan popok sekali pakai (penting!) sampe remeh temeh seperti baru aja lewat tukang martabak, segalanya dibahas tuntas. Perihal vaksin anak, arisan, resep masakan, es krim Aice (yang gw belom pernah huhu, di Bogor di mana sih yang jual?), harga cluster perumahan Islami, dokter anak dan dokter kandungan, tips menjelang kelahiran, tips promil, cara ngatur keuangan keluarga, duh saking banyaknya gw sampe bingung kudu ngabsen dari mana :3

Bergabung ke grup Umahat Peduli Jilbab adalah salah satu hal terbaik dalam 25 tahun kehidupan gw. Sebagian besar member grup ini belom pernah secara langsung gw jabat tangannya, tapi rasanya bisa jauuuuhhh lebih deket dan kenal daripada yang udah pernah berjabat tangan langsung. Mereka bisa menjawab pertanyaan yang ngga bisa Google jawab, emak-emak ini lebih canggih daripada Google. Pertanyaan yang ngga berani gw tanyain ke siapapun, bisa gw tanyain ke mereka, dan dijawab!

Ngga ada celetukan seremeh apapun yang ngga direspon. Yang bisa bikin berkaca-kaca karena tertohok dan terharu, atau karena disadarkan bahwa iman sedang sangat rendah; tapi juga bisa bikin ketawa sampe sakit perut.





Dari sekian banyak grup Peduli Jilbab, cuma grup Umahat yang ngga pernah sepi. Allah tambah-kuatkan ikatan ukhuwah ini sehingga ngga cuma persoalan Peduli Jilbab yang menjadi concern kami, dan justru itu yang mengikat kami lebih erat. Curahan hati ditanggapi supaya terselesaikan secara syar'i, permasalahan dibantu menguraikan atau minimal mendoakan. Minimal banget menghibur dengan tawa yang tak harus dipaksakan, karena ada banyak hal yang bisa ditertawakan.Β 

Obrolan di UPJ berperan dalam proses pendewasaan gw menyelami peran sebagai istri dan ibu, sebagai wanita, sebagai makhluk Allah yang diberi sejuta potensi. Obrolan di UPJ ngga cuma menjadi penghibur sambil nunggu suami pulang kerja, tapi juga mencerdaskan dan mendewasakan. Kadang juga menguras saldo ATM karena kebanyakan promo diskonan dan jualan. Ah pokoknya I heart you allllllllllllll!

Kalau bukan atas kehendak Allah, pasti ngga ada ceritanya Rahma bisa tobat. Kalau bukan atas kehendak Allah, pasti lemari gw masih penuh sama jeans dan baju ketat-ketat plus kerudung paris yang tipisnya kaya saringan tahu. Dan mungkin gw masih males dateng kajian, masih males juga gaul deket-deket sama aktivis masjid. Alhamdulillah alhamdulillah gw dikasih kesempatan berubah dan memperbaiki diri, kemudian dipertemukan dengan Peduli Jilbab. Raga memang sedang terbatas untuk bergerak, tapi in syaa Allah segera, segera gw akan bergerak melaju lagi.

Wahai mamak-mamak UPJ, kalau nanti di surga kalian ngga nemuin aku, tolong cari aku. Semoga kita bisa bertetangga di Jannah-Nya :)

↧

Minyak Telon Palsu, Sebuah Review

$
0
0
Every parents want to give all the best they could for their children, that's the credo I believe. After having Afiqa, I realised that we need to learn a lot so that we know what's good, what's better and what's not proper.

Sekitar sebulan lalu gw beli minyak telon buat Afiqa di salah satu toko perlengkapan bayi di Bogor. Karena susah keluar lantaran weekend selalu macet huffΒ maka masuklah 2 botol minyak telon Njonja Meneer ke keranjang belanjaan kami biar ngga keluar-keluar buat beli sampe 4 bulan ke depan. Ngga ada kecurigaan kami, jadi yaaa~ minyak telon itu terlibat lah dalam rutinitas mandi bayi kami yang lagi belajar angkat kepala itu.Β 

"Bang, coba deh cium minyaknya. Ko kaya minyak kayu putih ya baunya."
*suami fokus ciumin bau minyak telon*
"Ah nggak ah, sama aja.", katanya.
"Ih bener deh ini beda tau sama minyak telon yang abis kemaren."
blablabla. Suami masih insist sama aja, gw tetap insist ini beda. Akhirnya......... ya tetep dipake juga sampe beberapa minggu. Ngok.

Kecurigaan gw menjadi-jadi pas mendapati Afiqa udah ngga wangi telon lagi sekitar setengah jam abis mandi, dan tangan gw ngga ngerasa hangat sama sekali setelah makein minyak. Gw langsung googling perbedaan minyak telon Njonja Meneer asli dan palsu, tapi masih kurang mantap hasilnya. Rada susah bandingin langsung karena kemasan lama udah gw buang. Lalu gw bertanya ke grup segala-tahu, Umahat Peduli Jilbab. Jreeeng. Dari situ, yakin lah gw kalau gw udah beli produk palsu. Hzzz.



Iya fotonya blur semi remang-remang gitu iya, tahu kok. Ini foto diambil barusan, di kamar yang udah remang-remang karena baby syudah boboookk.

Jadi ya mak-emak, ini highlight yang bikin gw sadar bahwa minyak telon Njonja Meneer yang gw beli ini palsu.
  1. Aromanya ngga kaya minyak telon melainkan kaya minyak kayu putih.
  2. Sama sekali ngga ada hangat tersisa di tangan kita setelah balurin minyak ke badan baby. Kalo masih ragu-ragu, tes aja minyaknya ke badan kita atau ke area yang sensitif terhadap panas yaitu dekat mata. Hahaha baydewey cara ini pernah gw pake buat mengatasi problem tidur di kelas, tapi hasilnya justru gw ga bisa melek karena mata pedes setelah oles minyak kapak di alis -____-
  3. Warna minyak telon Njonja Meneer asli itu kuning cerah, yang palsu lebih hijau.
  4. Stiker label yang membalut botol telon Njonja Meneer asli itu kuning muda, yang palsu kuning kunyit.
  5. Gw lupa apakah di botol telonΒ Njonja Meneer asliΒ dicantumkan kode produksi dan tanggal kadaluwarsa apa engga (seharusnya sih ada ya), tapi di telon palsu ngga ada.
  6. Perhatikan gambar tutup botolnya, yang asli jarak antar garisnya lebih rapat dan garisnya lebih kecil, yang palsu gede-gede kaya di foto.
  7. Saluran buat ngeluarin minyak (apa lah ni nyebutnya ya), yang asli lebih kecil, yang palsu lebih gede.
  8. Kata suami setelah melakukan riset di internet, yang asli kardusnya berstiker hologram sedangkan yang palsu engga.
  9. Harga? Hahaha sama aja mak!Β 
Yang mengecoh lagi adalah botolnya persis sama ketika gw minta fotoin telon asli dari grup Umahat PJ, kode PTRnya juga sama. Syediihh maakkk. Anak gw ngga merasakan sensasi kehangatan setelah mandi selama 2 minggu gara-gara telon palsu :( Padahal sambil makein telon gw udah nyanyi-nyanyi "Pakai telon supayaaaa....hangaaaatttt~"Β 

Apa yang bisa kita lakukan?
  • Satu. Potong botol setelah minyak habis, baru buang. Botol yang masih utuh bisa disalahgunakan buat ngemas telon palsu. Yaa botolnya agak keras sih, gausah dipotong juga gapapa mak, disayat aja sampe bolong. Pokoknya rusak.
  • Dua. Ulangi langkah pertama seumur hidup kita buat kemasan-kemasan produk yang akan kita buang. Udah berapa juta kasus produk palsu cobak? Ngga cuma minyak telon, minyak goreng juga mungkin dipalsuin, orang minyak tanah aja dulu rame dicampur air baru dijual. Huuuuhhhhhh.
Cailah judul postingannya rada puitis gitu ya "sebuah review". Selamat mengecek minyak telon di rumah buibuuuukkk!Β 
↧
↧

Blogmu, Rumahmu

$
0
0
Dua hari lalu adalah hari blogger nasional. Setelah angsajenius lama gw diamkan dengan berbagai alasan, pas buka twitter kok ya paaaaaaaaassssss banget nemu tweetnya pak Nukman ini.Β 





Trus terjadilah dialog berikutΒ dalam hati
Rahma: Halah mana katanya pernah komitmen one day one post.
Rahma: Loh tapi kan udah cerita di path, instagram sama twitter.Β 
Rahma: Ya tapi kan ngga semuanya tercover kalo di sana.
Rahma: Iya sih. Ini banyak kok ide tulisan gw simpen di Google Keep.
Rahma: Tapi gak ditulis, sama aja to? *lempar pisang goreng*
Rahma: *mangap*
Rahma: *nyingkirin piring pisang goreng dulu*
Monolog apa sih ini. Hhhhh.

Blogger aktif tahun 2010 dan tahun-tahun sebelumnya pasti ngerasain kejayaan blogging. Blogwalking, saling visit, komen di postingan, saling follow, komen di chatbox, sibuk mempercantik tampilan blog, custom widget mulu, dan pasang banyak badge pluuusss ikut giveaway yang mengharuskan nulis dengan tema tertentu. Oh I miss the good old days! Enam tahun kemudian, fitur media sosial makin lengkap termasuk buat nulis cerita panjang.

Mendapati tweet pak Nukman seperti tamparan buat gw. Angsajenius dibuat tahun 2010 sebagai tempat gw cerita. Karena gw ingin tetap hidup meskipun cuma lewat cerita. Bukan sekali dua kali ada orang nanya kenapa gw ngga nulis tentang per-IT-an, dunia yang gw selami sejak 2008 masuk kuliah di IT Telkom. Tapi dari awal memang angsajenius ngga ada niatan ke sana, ini adalah tempat gw cerita. Bukankah kita bisa mengenal seseorang melalui ceritanya? Dan bukankah satu cerita bisa menumbuhkan gagasan dan ide-ide brilian yang baru?

Ngutip kalimatnya seorang temen blogger, karena nisan tidak memberikan apapun selain nama, tanggal lahir dan tanggal wafat. Maka blogginglah supaya tetap hidup, kita ngga pernah tahu kan dari tulisan mana orang terinspirasi untuk berbuat baik?

Blog memang rumah untuk ide, gagasan dan kisah. Facebook, instagram, path, twitter hanyalah jendela dan pintunya. Kita bisa memberi dengan mengulurkan tangan lewat jendela, tapi untuk memberi sambil berbincang maka masuklah ke rumahnya. Tengoklah isi rumahnya, jangan hanya berdiri di depan jendela.

Bahagia rasanya tiap mendapati postingan dibaca sampe seribu view, walaupun ngga jarang juga cuma 300an. Bahagia rasanya tiap nemu komentar di blog karena it takes more effort dibandingkan komen di media sosial. Bahagia rasanya diapresiasi, bukan berarti haus apresiasi tapi itu salah satu pelecut untuk terus bercerita. Sumbu utamanya tetep aja kemauan untuk punya rumah di dunia maya, yang kadang disiram bahan bakar dengan pertanyaan suami "Mana blognya kok ngga diupdate, nulis lagi dong."Β 


Gw sangat sadar banyak yang lebih senior di dunia perbloggingan, lebih rutin update, lebih bermutu kontennya, lebih tinggi hit-nya, tapi hidup tak selalu soal perbandingan. Lelah kapten kalau terus membandingkan. Lakukan yang lo bisa, bukan malah menggerutu karena kalah dari orang lain sebutlah namanya siapa.

Jadi, mau mengisi rumah dengan perabot bermutu atau terus sibuk memandang foto perabot tetangga lewat jendela, Rahma?
↧

Bertanyalah, Nona

$
0
0
Ada yang berjilbab sepanjang perut hingga dadanya tertutup, ada yang berjilbab sebatas leher, ada yang rambutnya terjuntai. Tidakkah itu membuat kita bertanya kenapa?

Ada yang selalu memakai gamis, ada yang memakai rok dan tunik longgar, ada yang memakai celana kulot, ada juga yang memakai celana jeans ketat yang ketika berjalan tampaklah jelas bentuk pantat. Tidakkah itu membuat kita bertanya kenapa?

Ada yang tiap minggu datang kajian, ada yang rutin bioskop menjadi tujuan, ada yang di rumah saja tidur-tiduran. Tidakkah itu membuat kita bertanya kenapa?

Ada yang telinganya familiar dengan ayat suci kitabnya, ada yang memilih mendengar lagu chart Prambors terkini. Tidakkan itu membuat kita bertanya?

Ada yang menyalakan televisi seperlunya, ada yang disetel hanya supaya rumah tidak sepi tanpa perlu dipandangi, ada yang rajin mengikuti infotainment gosip selebriti. Tidakkah itu membuat kita bertanya?

Ada yang lembaran merah seratus ribunya masuk ke kotak amal, ada yang diserahkan pada kasir cafe-cafe kekinian, ada pula yang berubah wujud menjadi pakaian. Tidakkah itu membuat kita berpikir?

Ada yang berdoa sebelum makan, ada yang mengambil fotonya lalu diupload ke instagram, ada pula yang membatin-batin layanan restoran. Tidakkah itu membuat kita berpikir?

Ada yang mulutnya banyak terdiam, ada yang sibuk bergunjing, ada pula yang tak pernah absen ketika ada tetangga berghibah. Tidakkah itu membuat kita berpikir?

***


Bukankah perbedaan tercipta supaya manusia menggunakan akalnya? Untuk berpikir mengapa kita berbeda, lalu mencari tahu mana yang seharusnya. Bukankah begitu, nona?Β 

Nona, tidak ada yang terjadi karena kebetulan, bahkan sehelai daun jatuh pun atas kuasa Tuhan. Berarti bukan kebetulan pula nona menemui orang-orang yang berbeda, yang tidak mau ke tempat karaoke, yang selalu menolak menonton infotainment televisi, atau yang tak pernah tampak mengenakan celana jeans lagi. Tidakkah nona ingin tahu alasan mereka apa?Β 

Jikalau nona sulit menebak-nebak alasannya, silakan bertanya. Senyum sumringah akan nona dapatkan sebagai bonus dari jawaban.

↧

IQRA

$
0
0
"Iqra" tanpa "Bismirabbika" berujung sekulerisme, atheisme, hedonisme, permisivisme.

"Bismirabbika" tanpa "Iqra"
berujung fatalisme, mistisisme, dukunisme,Β khurafatisme.
"Iqra" adalah aktifitas berfikir, mengkaji. "Bismirabbika" adalah aktivitas mendzikir, mengingat Allah dalam keadaan apapun. Dua hal yang tidak bisa dipisahkan.
- Syaikh Tarbiyah (Alm) KH Rahmat Abdullah
↧

Ikut IIP: Rahma Mau Jadi Ibu Pembelajar

$
0
0

Halo!

Tahun berganti. Kalender baru dipasang, angka enam menjadi tujuh. Tapi seperti memori yang ngga pernah bisa benar-benar sirna, jemari pun masih lekat dengan angka 6, sehingga menulis 2017 masih sering keliru dengan 2016.

I'm not going to make excuses, because the truth is I do have time to write blogposts, but I didn't. Dan di bulan baru tahun baru ini, gw menyadari ada hal yang hilang. Apa? Berat badan? Tentu bukan. Ngga usah gitu sih, semua mamak baru pasti merasakan rejeki lemak sisa kehamilan. Apalagi masa menyusui adalah masa terbaik kedua setelah kehamilan, yang memperbolehkan makan segala.

Semenjak Afiqa lahir, waktu gw lebih banyak di rumah. Main dan ngurusin anak wedok di kala dia melek, dan begadang ngerjain tesis di sisa hari tersebut. Sampe subuh kalo kuat, tidurnya bareng Afiqa di siang harinya. Kalo ngga kuat, jam 2 pagi udah melipir nyari tempat di kasur yang dikuasai Afiqa dan bapaknya. Kalo hati ngga legowo dan ikhlas, mungkin bisa stres gw karena di rumah terus. Apalagi dibandingkan dengan aktivitas sebelum melahirkan, kontras kapten!

Oh jadi begini kisanak, cerita singkatnya adalah setelah nikah gw bolak balik Bogor Bandung, ke Bogor kalo urusan kampus udah kelar. Dan selama di Bandung, gw sangat sangat ngga betah diem di kosan kecuali abis donlot film India baru yang belom ditonton. Bermodal motor beat oranye yang langganan bensin di pom setelah rel kereta api jalan Sunda, ngider lah gw kemana-mana. Sampe hamil 8 bulan masih motoran sendirian, sampe perutnya mentok ama setir. Ampe jaket ngga bisa disleting sehingga harus gw balik punggung jaket gw pake di depan. Ha! Ampe tukang parkirnya kasian liatnya, padahal yang ngejalanin mah biasa aja. Ekstrovert, suka ketemu orang, dan selalu menyerap energi positif dari keramaian. I hate silence.

Trus sekarang setiap hari gw cuma ngobrol sama Afiqa dan teteh yang bantu-bantu di rumah mertua. Dari yang tadinya tiap hari ketemu lingkungan super heterogen. Then I was like........oh I lose something. Gw jadi merasa kurang supel, jadi kaku kalo ngobrol sama orang, jadi susah menjelaskan sesuatu secara ilmiah, jadi........ya begitulah.

Lalu di suatu siang di grup Umahat Peduli Jilbab, ada postingan Institut Ibu Profesional (IIP) yang dibina ibu Septi Peni Wulandari. Ngga tahu beliau siapa? Googling! Dan tanpa pikir panjang, gw memutuskan ikut.

Kita belajar untuk ujian semester. Kita kuliah untuk bekal bekerja. Kita kursus dan sertifikasi keahlian untuk bekal naik jabatan. Kita ikut seminar entrepreneurship untuk memulai bisnis. Tapi kenapa untuk jadi istri dan ibu kita enggan menyisihkan waktu belajar? Padahal mendidik seorang wanita artinya mendidik sebuah generasi. Lalu gimana generasi selanjutnya bisa berkualitas kalo wanita enggan upgrade ilmu?
*self toyor*

Jadi.....sampai jumpa di penugasan IIP! Gw bakal ngepost tugasnya di sini, in syaa Allah.

Jadi Mak, ini intinya apa?

Intinya adalah gw ikut IIP buat upgrade ilmu dan kapasitas diri, biar jadi istri dan ibu yang membuat bapak Ghazali dan anak-anak tersenyum bangga setiap mendengar nama gw disebut. Wuw!

↧
↧

IIP: Adab Menuntut Ilmu #NHW1

$
0
0
Hari terakhir deadline tugas pertama IIP, jam 00.12 and here I am, strangling myself with Shreya Goshal's songs on loop and blogger dashboard on sight. Buat yang bingungΒ bertanya-tanya apaan ini si Rahma judulnya banyak singkatan, baca ini.Β 

Long story short, gw merasa sangat sangat standar banget menjalankan peran sebagai istri dan ibu. Cita-cita dan impian sih melangit, tapi sikap untuk realisasi ngga berbanding lurus. Makanya ketika PujiΒ suka ngepost di Facebooknya tentang IIP, seketika gw.........................buka linknya. Lalu seperti halnya cinta, dari layar turun ke jari, gw search whereabouts IIP, dan akhirnya daftarlah gw di batch 3.

Tujuan IIP bagi gw pribadi adalah untuk upgrade kualitas gw, perempuan, sebagai istri, ibu, dan peran sosialnya. Dan karena itu kami juga diberi banyak ruang untuk berpikir dan merenung. Tapi sebelum masuk ke materi matrikulasi, kami diberi prolog tentang adab menuntut ilmu, dan tentu tugas mingguan yang ngga lepas dari setiap materi. Tugasnya dikasih istilah nice home work, selanjutnya gw akan tulis sebagai NHW.

***

Hal pertama yang harus gw jawab di NHW adalah jurusan yang pengin gw tekuni di universitas kehidupan.

Yes, if that term sounds unfamiliar to you, you're not alone. I feel that too. Istilah universitas kehidupan ngga familiar juga kok di kuping gw, maka ijinkan gw mendeskripsikannya dulu. Setiap manusia punya 24 jam yang sama dengan jatah usia yang berbeda-beda. Setiap detik dari jatah usia kita itu adalah waktu belajar, karena hidup artinya belajar tak berkesudahan. Buat gw yang gampang tergoda hal baru, buat menjawab pertanyaan pertama ini aja sulit rasanya. Sempet terbersit parenting, trus pembelajaran abad 21 sesuai topik tesis yang juga rencananya mau gw jadiin penelitian S3 (mohon jamaah, ucapkan aamiin jamaah), trus bisnis, trus ilmu sabar, dan beberapa bidang yang saking impulsifnya gw bahkan udah lupa terbersit apa lagi. Nah masih dari blognya si Puji, gw menemukan Ikigai Chart.

sumber

Ngga bingung kan lihat gambarnya? :p Tujuan, the reason for which I wake up in the morning. Ikigai didapet dengan mempertimbangkan:
  • Apa hal yang kita sukai
    Ada hasrat alias passion dan misi hidup kita. Kalau hanya mempertimbangkan hasrat dan misi aja, kita mungkin bakal bahagia dan terpuaskan jiwanya tapi kayanya ngga makmur secara materi.
  • Apa yang dunia butuhkan
    Ada misi hidup kita dan keahlian. Memilih sesuatu dengan pertimbangan sesuai misi dan sesuai keahlian yang kita punya bakal terasa sangat menarik, tapi banyak faktor ketidakpastiannya.
  • Kenapa kita bisa dapet duit
    Ada keahlian dan profesi. Mempertimbangkan keduanya mungkin membuat kita nyaman karena secara materi kita puas, tapi ada ruang kosong dalam hati. Tsah.
  • Dalam hal apa kita berbakat
    Ada profesi dan hasrat. Memilih sesuatu cuma karena profesi dan hasrat bakal membuat kita puas secara pribadi, tapi mungkin kadang bakal ngerasa ngga berguna gara-gara terlalu fokus sama kehidupan pribadi.

Trus gimana solusinya? Pertimbangkan semua irisan, maka akan didapat IKIGAI. The reason for which you wake up in the morning.

Anyway ini gw ulas dengan sangat singkat ya, kalo penasaran sama ikigai, silakan cari referensi yang lebih memadai.

Lalu setelah ngobrol juga sama suami, jatuhlah pilihan pada.........MENULIS.

Kenapa gw milih nulis? Alasan kuat apa yang mendasari pilihan gw?

Buat gw, menulis lebih dari sekedar menuangkan curhatan ide, kegelisahan dan pengalaman. Menulis itu....
  • Dakwah. Semenjak menjadi ibu, memang ngga sebebas lajang gw kesana kemari. Gw butuh ijin suami dan mempertimbangkan gimana Afiqa, sebelum gw bisa membuat agenda di luar. Maka ketika kaki tak bisa melangkah jauh, gw percaya jari gw bisa menjangkau tempat-tempat yang bahkan ngga bisa terjangkau kaki.
  • Bisa banget jadi lahan mengalirnya ilmu yang bermanfaat, yang bakal terus ngalir ketika tangan gw udah terlalu renta untuk mengetik, atau mulut udah terlalu lelah untuk bicara; atau ketika gw udah tiada. Makanya sama halnya kaya bicara, tulislah yang baik atau kalau ngga bisa ya diem aja. Daripada bikin orang punya ide berbuat maksiat, yegak?
  • Peran gw sebagai anak, istri, ibu, dan peran sosial nantinya sebagai tenaga pendidik in syaa Allah, bakal punya buanyaakkk hikmah terserak. Gw pengin hikmah dan momen itu abadi lewat tulisan.
  • Sarana Afiqa dan adek-adeknya, sampe ke anak-anak mereka alias cucu-cucu gw, mengenal neneknya. Karena 50 tahun lagi mungkin gw sudah terlalu renta untuk bicara, atau sekedar berkisah gimana kakek mereka dan sahabat deketnya bisa menikah. Lah iya, siapa lagi kalo bukan gw yang jadi si sahabat deket itu.
Apakah gw suka nulis? Yes absolutely I do! Cuma kurang luangin waktu aja belakangan ini mahhhh duh.
Apa yang dunia butuhkan? Tulisan yang membuat orang perpikir positif, di tengah era sosial media di mana orang bisa memaki seenaknya tanpa kuatir kena tonjok tepat di hidungnya.
Bisakah gw dapet duit dari nulis? Oh yes I can.
Apa bakat gw? Ngomong, cerita. Nulis salah satunya.

Gw sepenuhnya menyadari, bahwa gw jauh dari sebutan penulis. Nyatanya, sekarang gw masih di level tukang cerita di angsajenius dan instagram. Nulis belum jadi prioritas, kualitas juga masih jauh dari pujangga, dai/daiyah penulis apalagi novelis. Makanya gw harus belajar. Harus!

Gimana strategi belajar yang bakal gw terapkan?

Gw percaya, berlian indah karena ditempa panas dan proses panjang. Pisau tajam karena terus diasah, bukan dipajang di lemari kaca. Kualitas skill manusia pun sama, ia hanya bisa meningkat jika diasah, ditempa dengan banyak tantangan. Maka strategi utama gw adalah terus menulis. Apalah artinya baca tips menulis 101 tanpa praktik. Kaya blogging aja, ketika gw buka postingan awal-awal angsajenius ada, ohmen.... oh men. Men! Memalukan sekali rasanya. Gaya tulisan dan kontennya ohmen banget. Tapi sengaja ngga gw hapus atau hide sebagai bukti sejarah perubahan gw.

Strategi selanjutnya adalah gw harus banyak-banyak istighfar untuk meluruskan niat. Bukan mencari popularitas atau untuk menuai pujian, melainkan sesuai niatan awal gw menulis. Selipkan Allah (dalam porsi besar) untuk setiap hal yang gw lakukan, gitu nasihat murabbi 2 tahun lalu. Karena manusia dinilai berdasarkan niatnya, dan niat itulah yang bakal dia dapet. Oh betapa ruginya kalo sampe gw salah niat. Huks.

Strategi selanjutnya lagi adalah membaca. The more you want to write, the more you need to read. Perkaya khazanah pengetahuan dengan membaca buku dan tulisan yang beragam. Pengin banget ikut komunitas menulis, semoga nemu yang klik di hati dan di jari. Baydewey gw pernah juga ikut pelatihan kepenulisan, tapi efeknya ngga tahan lama. Ilmunya lumayan banget memang, tapi karena ngga praktik jadi menguap dengan cepat.

Terakhir, terkait adab menuntut ilmu, perubahan apa aja yang harus gw lakukan?

Banyak! Adab terhadap diri sendiri aja banyak banget yang harus gw benahi.
  • Ngga banyak mbatin hal buruk, termasuk ngomongin orang dalam hati.
  • Ngga merasa lebih daripada penulis atau tukang cerita lain.
  • Rutin mengikat ilmu dengan menuliskannya. Rutin. Rutin mak! Di blog, bukan cuma di instagram.
Terus adab lain yang harus gw benahi adalah........
  • Selalu cek dan ricek sebelum meyakini tulisan atau berita. Ngeri yah di jaman sekarang, semua orang bisa nyebarin berita apa pun yang mereka mau. Sebelum share, gw harus memastikan kalo berita itu benar, bermanfaat dan ngga mengundang kebencian. Baydewey gw termasuk jarang share-share sih tapi gw tetap merasa perlu lebih hati-hati.
  • Selalu cantumkan credit atas setiap inspirasi, gambar atau kutipan yang akan gw tulis. Ngga suka diplagiat atau dikutip diem-diem kan? Kalo ngga suka digituin, jangan gituin orang. Biarlah cinta sebelum nikah aja yang diem-diem (loh?)
Panjang ya? Gitu emang perempuan kalo udah mulai ngomong. Buntutnya ke mana-mana.

Semoga ada kebaikan yang bisa dipetik. Bye! :)

↧

Mulutmu, Surga atau Nerakamu

$
0
0
Seperti halnya setiap partikel debu terkecil yang terbang diketahui oleh Raja dari segala raja, setiap gerak tubuh kita pun tak luput dari pengawasan-Nya. Ketika tangan menyentuh jari-jari manusia lain yang tidak seharusnya. Ketika mata menatap sengaja paras manusia lain yang tidak seharusnya. Ketika ruas ibu jari mengetik kalimat-kalimat cinta kepada manusia yang belum menjadi hak kita. Allah melihat segalanya.

Ketika lambung bekerja menghancurkan makanan yang baru saja kita telan. Ketika jantung berdetak mendorong darah mengalir rata tanpa ada pembuluh yang terlewat. Ketika paru-paru mengembang dan mengempis untuk mendapatkan udara. Ketika sel-sel otak saling bersambungan demi menyimpan memori baru atau untuk memanggil kembali kenangan lama. Allah melihat segalanya. Dia melihat hal-hal yang tak kita lihat, bahkan tak kita pahami cara kerjanya.

Ah tapi manusia emang tempatnya lupa ya. Lupa kalo lagi diawasin, lupa kalo segala tindaknya pasti dicatat, entah oleh malaikat kanan atau malaikat kiri. Gimana mungkin mau inget catatan malaikat yang jelas-jelas ngga keliatan, kalo perasaan orang lain di depan mata aja dicuekin.

"Eh gendutan deh lo sekarang."
"Mak lo bukannya rajin ngegym ya, ko ngga kurusan?"
"Itu anaknya udah setahun kok belum bisa jalan?"
"Aduh aduh adek nangis ya...sini sini sama tante aja. Kenapa sayang, dinakalin ya sama mama?"

Daaaan banyak contoh lain, silakan bayangin sendiri. Baydewey contoh terakhir ini berdasarkan survey di grup ibu-ibu muda adalah kalimat yang bikin dongkol si ibu ketika anak tantrum trus ada sosok yang sok-sokan jadi pahlawan. Padahal sama ibunya sengaja didiemin supaya anak belajar, tapi bubar jalan gara-gara ada yang menginterupsi. Oh, dan ibu waras mana sih yang nakalin anaknya?

Berkata baiklah atau diam, begitu Rasul mengajarkan.
"Sesungguhnya seorang hamba mengatakan suatu kalimat yang mendatangkan murka Allah ta’ala yang ia tidak menaruh perhatian padanya namun mengakibatkannya dijerumuskan ke dalam neraka Jahannam”. [HR Bukhari, Tirmidzi & Ibnu Majah].
"Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia berkata yang baik atau diam” [HR Bukhari Muslim].
sumber
Gw rekomen sekali buat baca buku Dahsyatnya Bahaya Lisan Wanita di atas, I really do. Lengkap banget dan nusuk penjelasannya, bukunya tipis dan ukurannya kecil, jadi ga berat-berat amat buat diberesin dalam 3 hari.

Tapi gw akui, rem mulut perempuan emang sering blong. Nanya tentu boleh, tapi sebelum nanya atau komentar, coba cek dulu:
  1. Kenapa gw nanya? Benar-benar perhatian atau cuma kepo doang?
  2. Apakah perkataan gw akan menyakiti orang lain?
  3. Penting ngga gw nanya, ada manfaatnya ngga?
kalo jawaban ketiganya adalah NO, you better look for another things to talk.
↧

IIP: Segalanya Bermula dari Keluarga Bapak Ghazali #NHW3

$
0
0
Assalamu'alaykum!

πŸ‘† eits ayok dijawab dulu😝 

Kembali lagi bersama Rahma dalam kelanjutan tugas IIP. Kalo lo bertanya kenapa yang ada langsung NHW3 tanpa NHW2, selamat! Berarti anda pembaca setia angsajenius yeeey πŸ‘ *crowd cheering*. NHW2 gw kerjakan di Gdocs karena ketunda-tunda terus hingga 2 jam menjelang deadline. Gw harus akui, bukan sama sekali ngga ada waktu atau kesempatan tapi gw yang memang ngga meluangkan waktu. Busy is not an excuse, isn't it?

Materi minggu ketiga IIP judulnya MEMBANGUN PERADABAN DARI DALAM RUMAH. Berat ya kesannya? Because yesss, the responsibility of having family is super wow! Ketika Allah kasih kita anak, bukan berarti kita boleh seenak hati memperlakukannya. Sebagai orangtua, sebisa mungkin kita kudu berusaha mendidik anak sesuai kehendakNya, Allah, yang nitipin amanah tersebut. Kaya kata suami (yang selanjutnya di tulisan ini akan gw sebut abang) yang selalu ngingetin setiap kali gw naik nada lantaran kesabaran mulai menipis "Sabar..Afiqa ngga bisa milih to punya kita jadi orangtuanya? Jangan sampe seandainya dia bisa milih, dia ngga mau jadi anak kita."Β 

Ada kalimat yang sangat gw suka dari materi IIP minggu ini.
Ketika kita dipertemukan dengan pasangan hidup kita untuk membentuk sebuah keluarga, tidak hanya sekedar untuk melanjutkan keturunan, atau hanya sekedar untuk menyempurnakan agama kita. Lebih dari itu, kita bertemu dengan suami dan melahirkan anak-anak, adalah untuk lebih memahami apa sebenarnya β€œperan spesifik keluarga” kita di muka bumi ini.
Peran spesifik keluarga. Pasti ada rahasia kenapa Allah sandingkan gw dengan abang, lelaki yang kepribadiannya berbeda 180 derajat sama gw. Perihal tersebut emang jarang kami bahas belakangan ini, jadi ketika IIP ngasih tugas buat mikir dan bikin catatan tersendiri, we were like.....this is the right time! Rutinitas harian yang menguras tenaga dan pikiran menyisakan beberapa jam di rumah dengan mata berat yang rindu terpejam seringkali membuat kita lupa untuk memformulasikan ulang tujuan dan mengevaluasi program yang sudah berjalan.

Tugas pertama NHW3 ini adalah jatuh cinta lagi kepada suami, trus dituangkan dalam bentuk surat cinta. Bukan tugas sulit untuk dikerjakan, because I love him more each and every day πŸ’. Bahkan dengan wajah lelah dan jaketnya yang bau kereta sepulang kerja. Tapi lewat surat itu, gw jadi ingat lagi alasan-alasan jantung berdegup lebih cepat, binar mata yang ngga bisa disembunyikan, dan senyum yang tak pernah berhenti terkembang. Ghazali Al Nafi, orang yang membuat gw kagum jauh sebelum kami menikah dengan kemauannya membantu temannya, memiliki terlalu banyak alasan yang membuat gw jatuh cinta. Lagi. Kepada orang yang sama.

Kepada tatapan mata penuh perhatiannya ketika gw bicara, kepada senyum hangatnya yang tak bersebab, kepada usapan menenangkannya ketika gw panik dan sedih, dan kepada banyak alasan lain yang ngga bisa gw utarakan.Β 

Trus kalo lo nanya apakah semua hal dari diri kami klop? Oh tentu tidak.
πŸ’’ Gw yang banyak bicara dan selalu meminta abang cerita padahal abang memang hemat kata.
πŸ’’ Gw yang suka hal-hal spontan tanpa rencana dan abang yang harus merencana segalanya hingga detail dan menanyai gw rencana detail yang sering gw jawab dengan mulut maju a.k.a. manyun.
πŸ’’ Gw yang suka ketemu orang banyak dan abang yang ngga suka ketemu orang kecuali yang udah dikenal baik.
πŸ’’ Gw yang apa-apa minta ditemenin dan abang yang selalu komentar "Halaaah semuanyaa minta ditemenin, sukanyaa deket-deket padahal kursi masih banyak" sambil bergeser memberi gw tempat untuk berbagi kursi.
πŸ’’ Dan gw yang suka nyetel video seminar serta memaksa abang yang lagi main clash royale ikutan nonton. πŸ˜…πŸ˜…

Tapi pasti, pasti Allah punya maksud menyandingkan kami untuk hidup bersama. Abang yang selalu bilang buat gw maju melakukan hal yang gw suka, beliau akan jadi orang terdepan yang mendukung. Beberapa keinginan pun muncul. Nulis buku, aktif lagi di Peduli Jilbab karena sejak lahiran gw belum pernah hadir lagi, buka bisnis baru, ngajar lagi selepas lulus; semuanya abang dukung.Β Gw jadi merasa punya tali yang mengikat ke tanah setinggi apapun gw terbang, sehingga gw ngga lupa ke mana gw harus berpijak dan ngga kuatir gw akan hilang kendali. Kami disandingkan untuk berkolaborasi. Gw belajar hidup dengan ritme teratur, dari sebelumnya yang grasa-grusu dan impulsif.

Balik ke surat cinta yang langsung ketauan kalo itu tugas IIP, gimana respon abang setelah baca? Jadi hari itu gw lagi demam dan pusing tujuh keliling ehlebay, jadi surat 4 lembah HVS tulis tangan gw taroh di meja rias kamar kami. Gw ngga tahu beliau pulang, gw juga ngga tahu beliau membaca tulisan itu. Paginya, ada binar mata yang ngga bisa disembunyikan. "Aku seneeng, terharuuu...hehehe."πŸ‘ˆ kenapa harus pake hehe πŸ˜’Β 

Ngga cuma surat cinta buat suami, NHW3 juga mengharuskan gw melihat bayi 6 bulan yang baru bisa duduk sendiri ini dan memindai apa potensi kekuatannya. Sebelum dapet tugas IIP, gw semacem take her for granted gitu loh. Gw ngga pernah berpikir kenapa rahim gw yang Allah pilih untuk tempat tumbuhnya Afiqa, kenapa gw dan abang yang Allah tunjuk menjadi orangtuanya, punya misi apa Allah amanahkan anak dalam keluarga kami. Sampai postingan ini diketik, kami belum sepenuhnya menemukan jawabannya. Terlalu dini melihat potensi bayi berusia 6 bulan. She can do anything, she can be anything! Afiqa yang gigih luar biasa belajar merangkak, dan bisa makan dengan rapi tanpa belepotan hanya dalam 3 hari, ngga banyak bersuara dan lebih sering tertawa tanpa gigi (ya karena giginya belom ada hahaha!), dengan fisik yang sempurna. Kecerdasannya luar biasa, ketika gw bilang "Afiqa sekarang jam 6, hari ini Afiqa bobo jam 8 ya, 2 jam lagi ya, nanti jam 8 udah bobo pules, ibu mau ngerjain tesis ya." dan simsalabim! jam 8 teng dia udah bobo demikian pulasnya πŸ’€πŸ’€.

Jarinya yang sempurna dan tatapannya yang tajam mungkin menjadikannya pengamat handal dan penulis hebat. Kegigihannya akan menjadikannya wanita kuat yang mandiri, tidak gampang menyerah. Kecepatan belajarnya bisa menjadikannya hafizah di usia kanak-kanak, dan seperti Imam Syafi'i yang menguasai hafalam Al-Quran dan hadits di usia remajanya, gw berharap Afiqa bisa menyampaikan ilmu yang dia punya dengan santun. Afiqa, perempuan cerdas yang bertaqwa dan menjadi harapan kami, orangtua, keluarga dan umat muslim sedunia. Tugas gw dan abang sebagai ayah ibunya tentu berat. Menjadikan anak tumbuh sesuai fitrahnya, menjaga dari dunia yang semakin mengerikan bukan hal mudah. Doakan kami dimampukan πŸ’ͺ.

Ngga cuma sampe situ materi IIP bikin gw mikir. Gw masih harus mikir kenapa Allah menempatkan gw di lingkungan sekarang. Di Bogor, tempat yang tadinya ngga pernah masuk ke daftar kota idaman untuk ditinggali. Ah bahkan setelah setahun lima bulan menikah dengan lelaki ber-KTP Bogor pun rasanya masih ada potongan hati gw yang tertinggal di Bandung. Sejuknya, udaranya, airnya, jalan yang membelah kotanya, kampusnya, tempat wisatanya, kenangannya, makanannya, dan..........seblaknya. Seblak yang gw propose buat beli ke suami tapi selalu ditolak ngga dikasih ijin. Bogor menyajikan harapan kehidupan keluarga kami ke depan. Gw banyak belajar dan ditempa di Bandung, dengan banyak kegiatan, teman-teman, kajian dan peluang-peluang, semoga gw bisa memanfaatkannya di Bogor. Soon!

Anyway bukan sekali gw galau dengan kesibukan yang nguplek di rumah aja, karena setiap buka socmed banyak gw temui teman-teman sibuk dengan dunia sosialnya. Lalu di suatu hari yang sudah sangat sumpek, gw curhat ke Umahat Peduli Jilbab. Dan respon mereka bikin gw berkata dalam hati dengan mantap
"Mak, lo di rumah bukan berarti lebih ngga berharga atau kalah dengan wanita-wanita karir di luar sana. Lo punya waktu 24 jam sama anak yang banyak wanita karir inginkan. Lo punya kesempatan meraih surga di setiap surut rumah. Akan tiba saatnya kita bisa berkegiatan di luar dengan cemerlang, tapi sekarang Afiqa adalah orang yang paling membutuhkan waktu dan perhatian lo, melebihi semua rekognisi yang bisa dunia beri."
It takes a village to raise a child. And to raise her well, it starts from her mother. I am a proud momma!


Kalimat terakhir dari materi IIP minggu ini adalah Kelak anda akan membuktikan bahwa antara pekerjaan, berkarya dan mendidik anak bukanlah sesuatu yang terpisahkan sehingga harus ada yang dikorbankan. Pernyataan itu bikin gw terbersit mendalami teknologi untuk anak usia dini di penelitian disertasi nanti. Hah, disertasi? Tesis lo aja belom kelar maaakk! πŸ‘ˆ Iya makanya didoain, in syaa Allah bentar lagi tuntas kok πŸ˜‡
↧

IIP: Mendidik dengan Kekuatan Fitrah #NHW4

$
0
0
When it comes to our children, we always want to give the best we could, but we often fail because we don’t know what’s best.

Di dunia yang semakin mengerikan dan pesat perubahannya disbanding 20 tahun lalu, ada kurikulum pendidikan yang ngga akan pernah lekang oleh waktu, ngga akan pernah tertinggal dan berubah hingga akhir jaman.

Pendidikan anak dengan kekuatan fitrah. Metode ini adalah proses panjang untuk membangkitkan, menyadarkan dan menguatkan fitrah anak kita sendiri.

Di NHW4, ada tujuh pertanyaan yang harus gw jawab. Tapi sebelumnya, ada hal yang masih menggantung dari NHW3 minggu lalu. Misi spesifik keluarga, kenapa Allah jodohkan gw dengan abang dan menempatkan kami dengan kondisi kami sekarang. Gw merasa, Allah ingin kami berkolaborasi dan belajar dari satu sama lain. Gw belajar lebih sabar, dan abang belajar lebih terbuka. Gw mendapat dukungan dan inspirasi, dan abang mendapat insight-insight dunia luar. Gw menyampaikan hasil diskusi dan inspirasi dari abang, dan abang terus menyuplai gw dengan cara pandang baru. Allah ingin kami belajar dari perbedaan yang kami punya, lalu sementara gw menceritakannya ke dunia luar, abang terus memberi sudut pandang baru dalam setiap hal yang kami temui.

And here they are, pertanyaan yang harus gw renungkan bukan untuk sekedar mengerjakan NHW tapi untuk kelangsungan keluarga kami yang lebih baik.

Satu. Tentang jurusan yang gw pilih untuk tekuni di universitas kehidupan, jawaban gw masih sama. Yes, gw masih memegang tali yang sama, gw masih ingin mendalami dunia tulis menulis. Kalo kata iceberg theory, tulis menulis itu hanya apa yang tampak di permukaan. Di bawahnya, gw perlu memperdalam subjek yang ingin gw tulis. Allah berikan kecerdasan, jemari dan mata untuk melihat, mengamati, merenungkan dan menceritakan kembali agar orang lain mengambil hikmah. Ya, tulisan gw harus mengandung hikmah, karena gw ingin menjadikannya peninggalan yang masih terhitung nilai kebaikannya bahkan setelah gw tiada.

Dua. Gw kudu mengevaluasi program yang gw susun di NHW2.Β NHW2 yang isinya checklist ibu professional belum terlaksana dengan optimal. Gw masih membuat excuse, gw masih beralasan ini itu, which is I know is wrong. Seharusnya ngga ada excuse, seharusnya ngga ada tapi tapi. Hoah!

Tiga. Apa peran hidup yang akan gw jalani berkaitan erat dengan nemuin jawaban kenapa Allah menciptakan seorang Rahma satu paket lengkap seperti ini. Berdasarkan tes DISC yang udah khatam banget sejak gw magang di Career & Development Center IT Telkom (yayaya dulu belom jadi Tel-U!) sehingga gw bisa membaca orang tanpa harus nyuruh dia tes, gw ini tipe DI sejati.

Kombinasi dominant influence. Kalo dijabarkan ke personality pribadi Rahma Djati, hasil di antaranya adalah:
Β·Β Β Β Β Β Β Β Β  Suka ngatur
Β·Β Β Β Β Β Β Β Β  Suka bikin aturan sendiri
Β·Β Β Β Β Β Β Β Β  Suka ngelanggar aturan orang lain hzz
Β·Β Β Β Β Β Β Β Β  Suka tampil
Β·Β Β Β Β Β Β Β Β  Suka ketemu orang
Β·Β Β Β Β Β Β Β Β  Suka kegiatan yang rame-rame
Β·Β Β Β Β Β Β Β Β  Sukanya ngerjain apa-apa pake caranya sendiri
Β·Β Β Β Β Β Β Β Β  Suka ngga dengerin nasihat orang sampe ngebuktiin sendiri akibatnya
Β·Β Β Β Β Β Β Β Β  Cepet bosen, tapi sekalinya suka sama sesuatu bakal passionate abizzz
Β·Β Β Β Β Β Β Β Β  Ambisius dan berkemauan kuat
Β·Β Β Β Β Β Β Β Β  Gampang terpengaruh lingkungan sekitar
Β·Β Β Β Β Β Β Β Β  Agak susah dengerin alias nyimak cerita orang, maunya orang yang dengerin cerita gw dengan seksama
Β·Β Β Β Β Β Β Β Β  Ngga teliti, tapi maunya dapet hasil memuaskan.

Yaaa gitu deh. Agak ribet emang berurusan sama orang DI. Liat aja personalitinya. Nah berdasarkan personality di atas plus betapa sukanya gw bercerita dan didenger plus keberadaan suami yang selalu siap jadi pegangan tali sementara gw terbang, bismillah gw mantap menentukan pilihan berikut.

Misi hidup: menjadi insan yang bermanfaat dengan bercerita dengan hikmah, memberikan inspirasi pada dunia untuk menjadi lebih baik, supaya bisa menjadi pahala kebaikan yang terus mengalir ketika raga tak lagi bisa berkarya.

Bidang: personal development

Peran: penulis dan tukang cerita.

Semoga Allah kabulkan, semoga Allah ridhoi, semoga Allah jaga niat gw supaya tetap lurus. Bukan mencari popularitas, bukan mencari rekognisi, melainkan upaya untuk menjadi insan yang bermanfaat. Allah beri begitu banyak nikmat, malu kalo gw cuma make buat kepentingan diri sendiri aja.

Rasanya hati gw bergetar kalo inget cita-cita buku gw ada di rak best seller Gramedia dan toko-toko buku di Indonesia. Buku yang isinya membuat orang membatin β€œHmm iya juga ya, gw mau berbuat baik juga ah!”.

Empat. Nah untuk mencapai peran yang gw inginkan, tentu butuh modal berupa ilmu, waktu dan kegigihan. Kalo di-breakdown berdasarkan kategori di IIP, jadinya adalaah…..
Bunda sayang: ilmu parenting dan children-ing
Bunda cekatan: ilmu manajemen waktu dan rumah tangga
Bunda produktif: ilmu kepenulisan dan bisnis
Bunda shaleha: ilmu tentang berbagi manfaat

Lima. Gw kudu menetapkan milestone untuk target ilmu di atas. Teorinya, untuk jadi profesional dan expert di suatu bidang, kita kudu mencapai 10.000 jam teori dan praktek di bidang tersebut.Β 
KM 0 - 1: Tahun pertama, menguasai ilmu bunda sayang (5 jam sehari) dan bunda cekatan (3 jam sehari
KM 1 - 2: Tahun kedua, menguasai ilmu bunda cekatan
KM 2 - 3: Tahun ketiga, menguasai ilmu bunda produktif
KM 3 - 4: Tahun keempat, menguasai ilmu bunda shaleha.

Saat ini, ilmu tersebut masih sebatas "belajar kalo sempet", sehingga hasilnya memang belum maksimal. Fokus! Lalu mari kita terbang bersamaaaa~
↧
↧

IIP: Learning to Learn #NHW5

$
0
0
Setelah 7 bulan pertama kehidupannya Afiqa ngga pernah sakit, sekarang dia sakit dong aakkk. Sedih hati mamak πŸ’”πŸ’”πŸ’” Tadinya seminggu ini gw udah plot agenda mau ini mau itu, tapi akhirnya balik kanan kapten. Malem aja ngga sempet nyalain leptop karena doi ngga bisa ditinggal. Kudu dikelonin maknya ampe pagi. Tapi di waktu-waktu saat Afiqa ngga mau gw balik badan sekedar cuci tangan itu lah, gw sadar bahwa saat ini Afiqa adalah orang yang PALING membutuhkan gw, dan peran ini ngga bisa ditunda atau digantikan oleh orang lain. Tesis bisa nunggu minggu depan (padahal deadline makin horor rasanya), mules bisa ditunda beberapa jam πŸ˜“, lapar bisa dituruti saat ia terlelap, NHW bisa dikerjain hari Minggu. Tapi Afiqa? Lewat tangan gw Allah merawat Afiqa, ngga mungkin gw balik kanan dari peran ini.

Sampe di NHW5 berarti udah 5 minggu gw ikut IIP, tapi ada pertanyaan yang belum bisa gw jawab. Kenapa gw merasa belum memprioritaskan IIP? Kenapa notif IIP suka gw skip, ah baca ntar aja pas mau tidur, dan mendahulukan nyimak obrolan grup sebelah? Proses yang berjalan membantu gw menemukan lagi letak bintang yang ingin gw raih, tapi belum sampe pada tahap memberikan perubahan hidup yang signifikan atau dramatis. Atau gw yang belum take it seriously? πŸ˜•Β 

Nah balik lagi ke NHW kelima.
Minggu kelima ini berisi materi tentang learning to learn. Buat gw pribadi, tahu caranya belajar ngga kalah penting dibanding belajar itu sendiri. Gw ngga bisa belajar dengan senyap, karena gw bakal ketiduran. Kalo gw ngga tahu hal tersebut, ya bubar jalan sudah belajar gw. Apalagi di lingkungan yang stereotipe belajarnya itu ya duduk diem baca buku di tempat yang hening.

Baydewey, yang paling gw suka dari materi minggu kelima ini adalah prinsip belajar yang TINGGIKAN GUNUNG, JANGAN MERATAKAN LEMBAH. Lejitkan potensi, bakat dan passion yang ada, bukan malah menutupi kekurangan yang dipunya.


Sejak baca kriteria NHWnya, gw berpikir nanti mau googling dulu gimana desain pembelajaran itu. Pasti ada somewhere on the internet πŸ˜…πŸ˜… Tapi di last minute begini gw tiba-tiba keinget sesuatu.

Lah Mak, tesis lo kan tentang pembelajaran abad 21. Ada pengembangan media pembelajaran pake metode ilmiah, lah ya itu bisa dipake dong! So yes, here it is ADDIE buat desain pembelajaran keluarga, gw ambil tidak semuanya karena disesuaikan dengan dunia nyata.


Namanya ADDIE, singkatan dari Analysis Design Development Implementation Evaluation. ADDIE ini adalah model yang paling banyak dipake buat bikin media pembelajaran yang menjamin bahwa media yang dibikin sesuai dengan tujuan pembelajarannya. Disesuaikan dengan kondisi keluarga bapak Ghazali, di mana target audience belajarnya adalah abang, gw dan Afiqa (dan adek-adeknya nanti in syaa Allah), makaaa....

ANALYSIS
Ini tahap awal yang harus dijawab dengan tepat. Karena salah analisis akan berakibat fatal ke belakangnya. Domino effect, you might say. Di tahap analisis ini, gw jabarkan poin rincinya.
  1. Need analysis
    Berangkat dari perintah untuk menjaga anggota keluarga dari api neraka (At-Tahrim/66:6), konsekuensi dari ayat ini sungguh dahsyat. Menjaga dari api neraka itu butuh ilmu duniawi iya, jaminan makanan halal iya, ilmu agama iya, akhlak yang baik juga iya. Makanya setiap anggota keluarga bapak Ghazali wajib belajar ilmu untuk ke surga dan ilmu untuk di dunia.
  2. Target audience analysis
    Tentu sajaaa, setiap anggota keluarga bapak Ghazali mulai dari ayah, ibu, Afiqa dan adek-adeknya nanti 😊
  3. Task & topic analysis
    Yang wajib dipelajari berbeda sesuai peran dalam keluarga.
    Ayah: pendalaman ilmu Islam, ilmu menjadi ayah seperti yang Rasul teladankan, dan menambah serta mendukung ilmu parenting yang ibu pelajari.
    Ibu: parenting, kerumahtanggaan (is that even a word? πŸ˜–), kepenulisan seperti yang diazzamkan di NHW1.
    Afiqa: tauhid, life skill dan ilmu-ilmu yang dibutuhkan sesuai fase usianya.

    Rasanya masih sangat general ya? Ya iyalah! Hidup emang butuh banyak penguasaan ilmu. Emang kita bisa bertahan hidup dengan bahagia cuma modal ilmu parenting aja (misalnyah). Tapii, to make it more specific, dihubungkan dengan prinsip jangan meratakan lembah tapi tinggikanlah gunung, maka topik yang akan dipelajari menjadi:
    Ayah: engg.....apa ya hobi dan passion ayah πŸ˜•
    Ibu: tulis menulis dan literasi
    Afiqa: bermaiiinnn dengan panduan milestone sesuai usianya. Gw pake patokan milestone dan stimulasi dari buku Rumah Dandelion dan Rumah Main Anak 1. They help a lot.
DESIGN
Di tahap desain, dirancanglah media pembelajaran yang sesuai sama hasil analisis itu kaya apa. Kalo dijabarkan lagi, jadinya:
  1. Learning objectives
    Tujuan pembelajaran berdasarkan topik spesifik adalah menjadikan kami masing-masing insan yang bermanfaat ngga cuma buat diri sendiri atau keluarga tapi juga untuk ummat.
  2. Delivery strategy
    Strategi penyampaiannya disesuaikan dengan masing-masing style belajarnya. Abang ngga terlalu suka baca buku, artinya untuk belajar beliau butuh media lain seperti video, komunitas atau praktik langsung. Sedangkan buat gw yang ekstrovert dan doyan baca walaupun belakangan ini bacaan gw nguplek aja seputar bayi dan MPASI, bisa digunakan media buku, komunitas juga, bacaan online yang terpantau karena kalo mandiri gw sering hilang motivasi di tengah jalan, atau praktik langsung yan juga terpantau. Nah buat anak kicil kami Afiqa, penyampaiannya tentu sajaa dengan cara bermaiiin! Gw berniat memfasilitasi dia dengan waktu dan pendampingan di saat-saat mainnya, bukan cuma nyodorin mainan. Dan semoga di challenge Indonesia montessori berikutnya gw bisa ikutan, aw excited!
  3. Evaluation strategy
    Evaluasi paling gampang sih buat anak wedok, hahaha, tinggal cek checklist dari buku Rumah Dandelion sama Rumah Main Anak. Buat gw sama abang, evaluasi paling applicable adalah dengan ngobrol empat mata. Eh, atau enam mata? Anak kami ini memang ngga suka ditinggal sendirian uuu~
DEVELOPMENT
Ini adalah tahap pembuatan media pembelajaran. Di tahap ini, ayah ibu membuat courseware atau media pembelajaran untuk kami bertiga belajar. Saling memfasilitasi, terutama untuk anak kicil kami. Bentuknya masih akan kami godhog sampe mateng dan lezat selezat nasi godhog Bakmi Jowo Dipati Ukur. Duhh! I miss Bandung layf πŸ˜‹

IMPLEMENTATION
Media pembelajaran yang udah dirancang dan dibikin akan dipake, dan ini butuh pengawasan. Buat kami berdua yang masih susah lepas dari gadget dengan sejuta alasan, pengawasan ini penting banget. Padahal pengin Afiqa ngga banyak screen time atau kecanduan gadget, tapi buat ngerem aja masih susah. Ini salah satu PR terbesar gw dan abang memang. 😌😌 

EVALUATION
Seperti yang ada di tahap desain, evaluasi dilakukan dengan checklist dan ngobrol berdua antara gw dengan abang. Yang diukur bukan cuma berhasil atau enggaknya, tapi juga seberapa jauh kami enjoy dengan proses belajar itu sendiri. Kaya yang bu Septi bilang, gampang untuk bikin anak menguasai suatu subjek tapi untuk bikin anak suka tentu ada tantangan yang lebih besar. Tampaknya gw dan abang pun butuh bikin checklist keberhasilan deh supaya lebih terukur 😏

Jalan-jalan ke Pariaman
Di jalan nemu pohon rambutan kerdil
Sekiaaan, mau bikin closing statement kok kelamaan
Bapake anak kicil udah manggil-manggil
↧

Disemangati Bu Septi

$
0
0
Belum satu jam yang lalu, grup IIP gw dapet kejutan. 30 menit bersama dosen tamu yang siap menjawab aliran rasa (yang di dunia dikenal dengan istilah curhat 😌). Daaannn, guess whooooooooo!!

Dosen tamunya bu Septi dong! πŸ’–πŸ’–πŸ’– Kejutan banget ngga sih. Jadi ceritanya selama setengah jam peserta boleh nanya atau curhat apapun, bu Septi bakal jawab pertanyaan yang beliau pilih. Gw yang selama ini rasanya masih datar aja sama IIP, datar banget sedatar kulit dadar gulung, tiba-tiba kaya dikirimin suami sekilo duren kupas diem-diem pake gojek. Seneng dan excited!

Masih inget kegalauan gw di postingan IIP sebelum ini?
Hah pede amat si Rahma, wong yang baca postingan NHW paling cuma fasilitator IIP sama suami kokπŸ˜‚πŸ˜‚πŸ˜‚

Okay, gw copas nih ya separagraf kegalauan gw.

Sampe di NHW5 berarti udah 5 minggu gw ikut IIP, tapi ada pertanyaan yang belum bisa gw jawab. Kenapa gw merasa belum memprioritaskan IIP? Kenapa notif IIP suka gw skip, ah baca ntar aja pas mau tidur, dan mendahulukan nyimak obrolan grup sebelah? Proses yang berjalan membantu gw menemukan lagi letak bintang yang ingin gw raih, tapi belum sampe pada tahap memberikan perubahan hidup yang signifikan atau dramatis. Atau gw yang belum take it seriously? πŸ˜•
Bertanyalah gw ke bu Septi. Biar ngga keduluan, gw udah ketik pertanyaannya di sticky notes sehingga gw tinggal copas 😝

Saya rahma, seorang mamaksiswa (mamak-mamak yang lagi berjuang menuntaskan status mahasiswanya). Sebelumnya jazakillah ibu sudah memprakarsai IIP, manfaat sekali programnya.

Tapi bu, saya masih galau sampai minggu ke-6 matrikulasi ini. Rasanya saya belum memprioritaskan belajar di IIP sehingga hasilnya pun tidak signifikan yg saya rasakan. Niat dan harapan saya besar padahal saat awal mendaftar IIP. Mohon motivasinya bu 😒

Dan bener dong, karena gw pertama nanya, pertama pula bu Septi jawab.Β 

Mbak Rahma, motivasi yang paling bagus adalah muncul dari dalam diri kita bukan dari luar. Maka pertanyaannya apakah ada bagian mimpi mbak Rahma yang ada di IIP? Kalau ya kejar, kalau ternyata tidak, Β bisa segera putar haluan skala prioritasnya. Yang penting dalam hidup ini tidak boleh "sekedar menjalankan" apapun itu βœ…

It was like a slap in the head!
Kenapa hampir dua bulan ini gw ngga kepikiran ya. Benar adanya, rutinitas bisa membunuh mimpi. Lo boleh punya rutinitas dan sibuk dengannya tiap hari, tapi sempatkan setiap malam untuk menengok kembali daftar mimpi yang ada. They keep you stay on track.

Gw cuma perlu menuliskan lagi mimpi-mimpi gw dan membuat garis korelasinya dengan IIP. Sesederhana itu. Singkat banget jawaban beliau, tapi sungguh bernas.



Terima kasih dan selamat malam!
Yang mau baca hasil semedi gw serta hasil diskusi sama suami tentang IIP, bisa klik pada tag IIP atau klik link ini.

Jangan lupa shalat isya yoh, one of the scariest thing ever existed is going bed without praying isya and waking up in your grave 😣😣
↧

IIP: Belajar Jadi Manajer Keluarga Handal #NHW6

$
0
0
Setelah disemangati bu SeptiΒ (link), akhirnya motivasi dan semangat gw kembali, ngga lagi datar sedatar kulit dadar gulung. Di minggu ke-6 ini, materi matrikulasi IIP judulnya IBU MANAJER KELUARGA HANDAL. Awal-awal gw nikah, di timeline facebook banyak banget postingan perdebatan mana yang lebih baik antara stay at home mom (SAHM) atau working mom (WM). Masing-masing ngepost dengan opini untuk menggiring publik agar menyetujui premis mereka. Entah waktu itu emang lagi marak atau waktunya aja yang pas kebaca sama gw lantaran baru nikah, entahlah. Tapi intinya, sempet terjadi banyak debat dari postingan semacam itu yang kemudian bikin banyak ibu-ibu baper.

Yang SAHM baper sama WM.
Sementara yang WM kepengin jadi SAHM.
Ah, hidup memang sawang-sinawang (saling pandang memandang, sehingga sering menyebabkan rumput tetangga tampak lebih hijau padahal kali aja itu rumput sintetis πŸ˜›)

Nah di materi keenam ini, ditekankan bahwa sejatinya, SAHM ataupun WM sama-sama ibu bekerja. Yang satu kerja di ranah publik, yang satu di ranah domestik.

Buat jadi manajer keluarga yang handal, ibu ngga boleh cuma menjalankan kegiatan sehari-hari yang rutin tanpa perencanaan. Makaa, di NHW6 ini, gw diharuskan bikin daftar berikut.

3 aktivitas yang paling penting buat gw:
  1. Ngurusin suami dan anak
  2. Beresin tesis
  3. Belajar dan upgrade kapasitas sebagai pribadi istri dan ibu

3 aktivitas yang paling ngga penting buat gw:
  1. Window shopping ke olshop
  2. Nonton film India dan Disney Princesses 😟 hiburan siih, tapi kalo udah over memang jadi mengganggu jadwal penting lainnya
  3. Scrolling socmed
Selama ini waktu gw paling banyak dihabiskan buat ngurusin Afiqa si anak kicil, mulai dari mandiin nyuapin mimikin, sampe nemenin main, bacain buku, nemenin Afiqa belajar merangkak yang kadang bikin gw ketiduran di karpet. Ulala! Alhamdulillah penggunaan waktu terbanyak gw udah sesuai dengan prioritas hal penting dalam hidup gw.Β 
↧

Mamaksiswa Ep.1: Akhirnya Seminar

$
0
0

Stay awake at this hour (02.37) is like my routine in the past 3 months. Punya bayi tujuh bulan yang butuh ibunya membersamai setiap hal setiap hari, pleus ini anak pertama jadi sebenernya si ibu juga masih belajar dan meraba-raba karena cuma berbekal teori; jadi begadang udah jadi makanan sehari-hari selain nasi deh. Ngga ada pilihan lain selain mengorbankan waktu tidur malam, tinggal siangnya ikutan tidur deh pas anak tidur 😎

Anywaaayy, akhirnya gw seminaaarrr!!
Senin 13 Maret kemaren gw seminar, yang ketunda entah berapa kali. Seminar tesis di ITB versi dosbing gw itu artinya tesis lo udah 99,99% kelar, semacem prasidang gitu lah. Artinya lagi, segala hal udah diantisipasi pas bimbingan sehingga ngga ada pertanyaan lagi dari pembimbing. Whoa alhamdulillah..

Tinggal di Bogor dan punya tanggungan kuliah yang belom kelar di Bandung, berarti gw ngga bisa lagi fleksibel ke kampus atau nginep-nginep di Bandung seperti pas masih single ataupun pas hamil. Walaupun kosan masih ada (buat nitip barang doang 😩 karena belom jadi jadi mau pindahan), alesan yang bikin ngga bisa menclok sana menclok sini emang cuma satu.......anak gw. Akhirnya gw ke kampus setiap Senin buat bimbingan. Literally bimbingan doang. Berangkat dari Bogor pagi-pagi banget, naik bus atau travel sebelum jam 7 yang biasanya sampe Bandung jam 11an. Naik gojek straight to the campus, mampir koperasi beli minum sama somay atau gorengan, nunggu antrean bimbingan, numpang pipis, shalat (yang kadang di kampus kadang di bus), pumping kalo sempet tapi seringnya sih ga sempet akhirnya pumping di bus, lalu jalan cepat ke gerbang nyamperin mamang gojek untuk kembali ke terminal atau pool travel. Waktu yang gw habiskan di kampus biasanya ngga sampe 3 jam.

Keburu-buru banget sih Mak?
Oh yes I do. I have to. Karena ketika gw ke kampus, artinya Afiqa gw titip ke either inyik/ucinya, dibantu teteh. Ngurusin anak bayi dari pagi sampe malem mulai dari mandiin, ganti popok kalo dia pup, ngajak main, ngeboboin, foto-foto bareng, dan sepaket sama ngecup-cup kalo lagi cranky. Karena itu gw harus selesaikan urusan di Bandung secepet mungkin dan kembali ke Bogor secepet mungkin pula.

Setelah beberapa bulan terakhir rutin bolak balik dan ganti topik, akhirnya dosbing gw mengeluarkan kalimat yang gw tunggu-tunggu sejak sebelum lahiran "Oke, udah bisa seminar."Excited? jelas! Nervous? Oh yes I was. Udah lamaaaa banget rasanya sejak gw ngomong di depan khalayak, apalagi untuk pemaparan ilmiah.

Malem sebelumnya gw latihan di depan suami dan hasilnya banyak a e a e plus usap-usap idung 😴 Alhamdulillah, tepat ketika gw terjadwal seminar, suami ada kerjaan ke Cimahi. Jadilah kami berangkat bareng dari rumah dan untuk pertama kalinya gw dianter sampe ke kampus πŸ’–πŸ’– Ih cintah deh! Setelah dikasih amunisi berupa burger, sepaket sama genggaman erat (cailah) dan tatapan memotivasi, gw melangkah memasuki gerbang kampus. Aaaaannddd it's a wrap! Yang nonton banyak bener deh sampe lab winner kursinya abis, soalnya anak-anak kelas tesis lagi pada ngumpulin jumlah nonton seminar sebagai syarat bisa seminar. Allah kasih lancar menjelaskan dan ngga ada pertanyaan, cuma masukan dari dosbing buat nambahin kata Multi User di judul.Β 

Seminar berakhir lancar dan melegakan......

Lalu, karena udah kebelet lulus, langsung dong gw tanya kalo sidang minggu depan hari Senin bisa apa engga. Dosbing bilang bisa, bagus hari Senin aja. TU bilang "Tapi periode sidang buat wisuda Maret udah ditutup dan buat periode wisuda Juli belom dibuka, Rahma."

Engg.......
Kecuali gw coba ngobrol ke kaprodi menyertakan alasan kenapa gw harus sidang cepet.
Engg.......
Supaya selesai urusan bolak balik gw?
Karena ada anak yang ngga bisa sering ditinggal?
Karena mau daftar kerja?
To be honest gw pun ngga punya alasan kuat dan meyakinkan semacem "Kontrak kuliah dari kantor saya sudah habis pak, saya harus masuk minggu depan."Β 

Masih kudu bikin jurnal yang targetnya tembus IEEE Transaction, masih kudu nyiapin sidang, semoga semuanya Allah ridhoi dan mudahkan.

Postingan ini adalah cara mengabadikan memori melalui potongan-potongan kisah. Seri Mamaksiswa in syaa Allah masih akan ada lanjutannya πŸ˜‹

↧
↧

IIP: Misi Hidup dan Produktivitas #NHW8

$
0
0
Awriteeee..........
Since I skipped last NHW, the 7th, because I had a lot to do for my theses seminar, I need to catch up on the materials. And I got this pic as the result.


Gw ngga akan mengulas arti gambar di atas karena itu NHW7 (which I skipped πŸ˜•)

Salah satu kegiatan yang gw SUKA dan BISA yang gw lakukan dalam beberapa minggu terakhir ini adalah nulis. Selalu ada kepuasan setelah tanda titik terakhir, baik itu nulis di blog atau di buku catetan kecil. Terdengar klise banget ngga sih kalo gw suka dan bisa nulis, apalagi kalo lihat fakta bahwa blog gw begini-begini aja. Belakangan emang lagi fokus nulis di buku dan slide presentasi tesis jadi blog beneran jarang ditengok. Tapi kepuasannya tetep sama, ketika gw mengakhiri sesi menulis dengan tanda titik kemudian gw menutup laptop, rasanyaaa.......................ah lega.

Nah oke, so yes it is, NULIS.
Sekarang kalo ditanya tentang BE DO HAVE ini:
  1. Kita ingin menjadi apa ? (BE)
  2. Kita ingin melakukan apa ? (DO)
  3. Kita ingin memiliki apa? (HAVE)
gimana jawabnya?


  • BE. Gw ingin jadi hamba Allah yang bermanfaat, sebaik-baik manfaat. Allah kasih fisik sempurna, otak cerdas (hey, mau protes? 😜), skill yang ngga dikasih ke semua orang, dan materi yang berkecukupan; kalo gw cuma pengin hidup bahagia atau fokus buat diri sendiri, rasanya gw sangat ngga bersyukur. Menebar manfaat adalah salah satu cara gw bersyukur atas nikmat yang ngga kehitung. Manfaat ini gw mulai dari bagian masyarakat terkecil yaitu keluarga, dengan jadi ibu profesional buat keluarga bapak Ghazali, lalu jadi ibu profesional untuk masyarakat dengan memberi inspirasi untuk terus berbuat baik. Caranya? Dengan menulis.
  • DO. Gw ingin membagi intisari setiap kejadian menjadi hikmah untuk menginspirasi orang berbuat baik juga. Gw ingin membaginya pada dunia, karena gw yakin selalu ada seseorang di tempat nun jauh di sana, membutuhkan cerita itu.
  • HAVE. Gw ingin punya keluarga yang utuh, bahagia dan merdeka secara finansial. Utuh karena setiap anggotanya saling menyayangi, bahagia karena setiap anggotanya tahu ke mana potensi manfaatnya harus dibagi, dan merdeka karena setiap anggotanya bisa membantu materi tanpa perlu berhitung soal sisa saldo di rekening. Dengan itu, kami bisa terus berbagi manfaat, terus produktif menulis dan berkarya sesuai bidang masing-masing.

Kemudian, kalo gw ditanya, apa yang ingin gw capai dalam kurun waktu kehidupan gw alias lifetime purpose gw?

Pertanyaan ini adalah salah satu kegelisahan gw sejak kuliah tingkat dua. Sejak itu, pandangan gw terhadap diri sendiri di masa depan masih ngga berubah. Gw pengin jadi orang yang banyak manfaatnya, ke dalam yaitu buat keluarga, dan ke luar yaitu buat masyarakat. Buat keluarga, gw bercita-cita menjadi ibu profesional yang bikin suami dan anak-anak tersenyum bangga. Itu ibu gw!Β 
Sedangkan buat masyarakat, gw berniat mendalami tentang anak dan teknologi selaras sama topik riset tesis gw, mendalami buat S3 nanti dan secara nonformal. In syaa Allah, gw akan berkarya di ranah tersebut lewat tulisan dan seminar kecil, kecil kecil lama lama menjadi bukit (loh?)

5 tahun pertama, in syaa Allah:

  • Terbit buku pertama
  • Angsajenius mencapai 1 juta view
  • Punya bisnis yang bisa memberi peluang kerja buat orang lain
  • Rutin membina kelompok untuk upgrade ilmu dan kapasitas diri
  • Menjadi dosen yang risetnya punya dampak positif untuk masyarakat
  • S3 di Eropa
  • Melaksanakan ibadah umroh bersama keluarga
  • Memiliki rumah tanpa cicilan riba di lokasi strategis, dengan gazebo atau ruang khusus untuk majelis, kamar tidur ekstra untuk memberi tumpangan inap, dan taman untuk bermain anak-anak
  • Menjadi donatur tetap masjid atau panti asuhan
  • Menjadi pengisi acara sesuai penguasaan bidang gw
  • Wakaf untuk masjid
1 tahun pertama, in syaa Allah:
  • Selesai 50% draft buku pertama
  • Mencapai 50 tulisan untuk angsajenius hingga akhir 2017
  • Mulai merintis bisnis yang mempekerjakan minimal 2 orang
  • Mengalokasikan tabungan umroh
  • Menjadi ibu profesional dengan lulus IIP


Bismillah. Sejatinya, rangkaian cita-cita adalah proposal untuk Allah, semoga diridhoi dan disetujui.

Tidak ada pilihan lain,
Kita harus berjalan terus,
Karena berhenti atau mundur
berarti hancur.
- Taufik Ismail
↧

Jadi Istri kok Sensian

$
0
0
20 Maret 2017

Satu setengah tahun limabelas hari, gw menjadi istri, gelar yang gw sandang yang lebih besar pertanggungjawabannya dibanding gelar sarjana. Satu setengah tahun limabelas hari, abang, yang dulu gw panggil Gesa, mengambil alih tanggungjawab Bapak.

Subhanallah alhamdulillah Allahuakbar, dalam waktu yang sangat singkat, sudah hadir perempuan kecil yang membawa kebahagiaan begitu besar buat keluarga kami. Afiqa, hampir delapan bulan kini usianya.

Dalam satu setengah tahun limabelas hari, perlahan gw menyadari bahwa ada begitu banyak hal berubah di antara gw dan abang. Masa peralihan dari hubungan pertemanan yang kami jalin sejak 2010 menjadi suami istri pada 2015 adalah masa yang ngga akan terlupa. Gw yang sering lupa bahwa ketika makan artinya ada orang yang harus gw ambilkan piring dan nasinya juga, dan gw yang juga sering lupa bahwa makan bersama itu ya bersama, bukannya curi-curi motekin daging.

Dalam satu setengah tahun limabelas hari ini pula, kami sangat sadar bahwa kebahagiaan rumah tangga tidak ditentukan oleh megahnya pesta pernikahan. Foto hanya akan dipandang dan video hanya bisa diputar berulang-ulang, tapi sikap suami istri terhadap apa yang terjadi sehari-harilah yang menyebabkan hati tenteram πŸ’—πŸ’—

Belakangan ini rasanya gw gampang banget tersulut. Lihat suami main game, bawaannya pengin ngomeeeellll aja, yang tentu saja mulut otomatis manyun. Gw selalu cari-cari alasan manggil-manggil abang biar ikut sibuk, apapun itu, asal ngga main game πŸ˜’ Gampang bener sensi, kadang pake alesan lagi PMS tapi sampe abis haid pun masih sensi. Berarti bukan PMS to? Sebenernya alesannya udah jelas sih kenapa istri uring-uringan. Ruhiyahnya kurang dicharge. Ya kalo ternyata mau beli lisptik belom kesampean ya mungkin itu juga sebabnya πŸ˜‚πŸ˜‚ Tapi serius deh, ruhiyah kita pasti bermasalah kalo bawaannya sensiiii mulu.

Pernah gw curhat kalo ibadah rasanya kering, shalat cuma jadi penggugur kewajiban dst di grup yang siaganya kaya pemadam kebakaran 24/7, grup Umahat Peduli Jilbab, trus kata mba Amal, founder Peduli Jilbab adem bener deh, intinya gini "Shalat malam mba, trus nangis. Kalo ngga bisa nangis, paksain nangis, minimal nangis kenapa hati keras banget sampe gabisa nangis (nahloh bingung ga?)"Β 

Gw coba, dan efeknya luar biasa. Hati jadi adeeemmmmm. Nangis, minta maaf sama Allah. Nangis senangis-nangisnya, ngadu sama Yang Punya alam semesta.

Selain itu, gw tampaknya menemukan terapi kedua buat para istri yang lagi gampang sensi, apalagi kalo kerjaan sehari-hari sangat menguras energi. Apakah itu?

Emm...bentar bentar. Gw jadi bingung awalnya mau nulis apa akhirnya malah kemanaπŸ˜‚πŸ˜‚πŸ˜‚πŸ˜‚πŸ˜‚

Jadi ibu-ibu, gw baru aja nonton video ini. Proposalnya Justin Baldoni ke Emily. Justin ini adalah main cast di satu-satunya series yang masih gw ikutin yaitu Jane the Virgin. Di akhir videonya, Justin bilang bahwa Emily adalah orang yang paling menginspirasi dia, bahwa Emily adalah orang yang bikin dia pengen jadi orang yang lebih baik, bahwa Emily adalah orang yang ingin dia bahagiakan di sisa hidupnya.Β 



Nonton ini, gw jadi inget caption-caption instagram Justin Baldoni yang selalu so sweet, trus gw mikir.... Kalo ada pasangan yang se-passionate ini satu sama lain, kenapa gw malah gampang sensi? Abang seharusnya jadi orang yang paling bikin gw semangat, semangat menjalankan rutinitas dan semangat menjadi Rahma yang lebih baik. Abang seharusnya menjadi sumber inspirasi gw, bukannya sumber kesensian gw cuma gara-gara game.

Percayalah wahai pembaca, buat kami, perempuan yang udah jadi istri orang, praktekin ini ngga semudah ngebolak-balik tempe goreng biar ngga gosong.

Untuk menyadari lagi bahwa jadi istri yang selalu sedap dipandang bukan cuma perkara dunia, tapi juga perkara perjanjian dengan Rabb semesta.


↧

IIP: Ibu Sebagai Agen Perubahan #NHW9

$
0
0

Mendidik laki-laki artinya mendidik satu manusia,
sedangkanΒ 
mendidik anak perempuan artinya mendidik satu generasi.

Sampe juga ke NHW9, makin ke sini materinya makin mengerucut. Suka deh! Trus sebagai orang yang sangat kurang disiplin, tugas mingguan begini membantu banget buat gw menyerap ilmu.

NHW9 ini judulnya ibu sebagai agen perubahan. Long before, I've heard this tagline. Mahasiswa adalah agents of change, remember? Aahh take me back to the old fashioned IT Telkom campus layf 😚

Cuplikan materi kesembilan ini bagus deh.

Mulailah perubahan di masyarakat dengan membesarkan skala perubahan yang sudah kita lakukan di keluarga.Β 
Sehingga aktivitas kita di masyarakat tidak akan bertabrakan dengan kepentingan keluarga. Bahkan akan saling mendukung dan melengkapi.
Setelah EMPHATY maka tambahkan PASSION, hal ini akan membuat kita menemukan banyak sekali SOLUSI di masayarakat.
KELUARGA tetap no 1, ketika bunda aktif di masyarakat dan suami protes, maka itu warning lampu kuning untuk aktivitas kita, berarti ada yang tidak seimbang. Apabila anak yang sudah protes, maka itu warning keras, LAMPU MERAH. Artinya anda harus menata ulang tujuan utama kita aktif di masyarkat.
Menjawab kekuatiran ibu-ibu ngga sih, kita kan suka kuatir kalo di rumah aja bakal kurang produktif dan ga bisa berkarya, sedangkan kalo banyak aktivitas di luar rumah takut keluarga keteteran.Β 


Bismillah, semoga Allah ridhoi dan mudahkan.

↧
Viewing all 170 articles
Browse latest View live